Hukum merupakan kaedah yang fungsinya adalah untuk melindungi kepentingan manusia, Karena jumlah manusia itu banyak, maka kepentingannya pun banyak dan beraneka ragam,serta bersifat dinamis.Kepentingan-kepentingan manusia itu selalu diancam oleh segala macam bahaya: pencurian terhadap harta kekayaannya, pencemaran terhadap nama baiknya, pembunuhan dan sebagainya. Maka oleh karena itulah manusia memerlukan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingannya. Salah satu perlindungan kepentingan itu adalah hukum.Dikatakan salah satu oleh karena disamping hukum masih ada perlindungan kepentingan lain: kaedah kepercayaan, kaedah kesusilaan dan kaedah kesopanan.Selain itu hukum juga bertindak sebagai penengah terhadap konflik yang terjadi akibat beragamnya kepentingan manusia.
Uraian di atas mengasumsikan bahwa timbulnya hukum itu pada hakekatnya ialah karena terjadinya bentrok atau konfik antara kepentingan manusia atau “conflict of human interest” (Post dalam Soerjono Soekanto, 1975: 35).Dalam melindungi kepentingannya masing-masing, maka manusia di dalam masyarakat harus mengingat, memperhitungkan, menjaga dan menghormati kepentingan manusia lain, jangan sampai terjadi pertentangan atau konflik yang merugikan orang lain. Tidak boleh kiranya dalam melindungi kepentingannya sendiri, dalam melaksanakan haknya, berbuat semaunya, sehingga merugikan kepentingan manusia lain (eigenrichtig).
Berdasarkan hal tersebut,maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran hukum adalah apa yang seyogyanya kita perbuat atau apa yang seyogyanya tidak kita perbuat Kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum (Lemaire, 1952; 46). Bahkan Krabbe mengatakan bahwa sumber segala hukum adalah kesadaran hukum (v. Apeldoorn, 1954: 9). Menurut pendapatnya maka yang disebut hukum hanyalah yang memenuhi kesadaran hukum kebanyakan orang, maka undang-undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat.
Menurut Sudikno Mertokusumo Kesadaran hukum mengandung sikap tepo sliro atau toleransi,masih menurutnya Tepo sliro berarti bahwa seseorang harus mengingat, memperhatikan, memperitungkan dan menghormati kepentingan orang lain dan terutama tidak merugikan orang lain.Kesadaran akan kewajiban hukum tidak semata-mata berhubungan dengan kewajiban hukum terhadap ketentuan undang-undang saja,tetapi juga kepada hukum yang tidak tertulis. Bahkan kesadaran akan kewajiban hukum ini sering timbul dari kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang nyata. Kalau suatu peristtiwa terjadi secara terulang dengan teratur atau ajeg, maka lama-lama akan timbul pandangan atau anggapan bahwa memang demikianlah seharusnya atau seyogyanya dan hal ini akan menimbulkan pandangan atau kesadaran bahwa demikianlah hukumnya atau bahwa hal itu merupakan kewajiban hukum.
Demikian halnya kesadaran hukum yang ada dalam kehidupan masyarakat,kesadaran hukum masyarakat tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan-pandangan yang hidup di dalam masyarakat bukanlah semata-mata hanya merupakan produk pertimbangan-pertimbangan menurut akal saja, akan tetapi berkembang di bawah pengaruh beberapa faktor seperti agama, ekonomi poliitik dan sebagainya Sebagai pandangan hidup didalam masyarakat maka tidak bersifat perorangan atau subjektif, akan tetapi merupakan resultante dari kesadaran hukum yang bersifat subjektif.
Di muka telah diketengahkan bahwa ratio adanya hukum itu adalah “conflict of human interest”. Hukum baru dipersoalkan apabila justru hukum tidak terjadi, apabila hukum tidak ada.(onrecht) atau kebatilan.Kalau segala sesuatu berlangsung dengan tertib, maka tidak akan ada orang mempersoalkan tentang hukum. Baru kalau terjadi pelanggaran, sengketa, bentrokan atau “conflict of human interest”, maka dipersoalkan apa hukumnya, siapa yang berhak, siapa yang benar dan sebagainya.Demikian pula kiranya dengan kesadaran hukum. Kesadaran hukum pada hakekatnya bukanlah kesadaran akan hukum, tetapi terutama adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “tidak hukum” atau “onrecht”. Memang kenyataannya ialah bahwa tentang kesadaran hukum itu baru dipersoalkan atau ramai dibicarakan dan dihebohkan di dalam surat kabar kalau justru kesadaran hukum itu merosot atau tidak ada, kalau terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum: pemalsuan ijazah, pembunuhan, korupsi, pungli, penodongan dan sebagainya.
Berdasarkan realitas yang ada dalam kehidupan bermasyarakat akhir-akhir ini banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum. Kalau kita mengikuti berita-berita dalam surat kabar-surat kabar, maka boleh dikatakan tidak ada satu hari lewat di mana tidak dimuat berita tentang terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum, baik yang berupa pelanggaran-pelanggaran, kejahatan-kejahatan, maupun yang berupa perbuatan melawan hukum, ingkar janji atau penyalah gunaan hak. Berita-beria tenang penipuan, penjambretan penodongan pembunuhan, tabrak lari dan sebagainya setiap hari dapat kita baca di dalam surat kabar-surat kabar.
Memang kriminalitas dewasa ini meningkat. Hal ini diakui juga oleh pihak kepolisian. Yang mencemaskan ialah bahwa meningkatnya kriminalitas bukan hanya dalam kuantitas atau volume saja, tetapi juga dalam kualitas atau intensitas. Kejahatan-kejahatan lebih terorganisir, lebih sadis serta di luar peri kemanusiaan: perampokan-perampokan yang dilakukan secara kejam terrhadap korban-korbannya tanpa membedakan apakah mereka anak-anak atau perempuan, pembunuhan-pembunuhan dengan memotong-motong tubuh korban. Rasanya tidak mau percaya kalau mengingat bahwa bangsa \Indonesia itu terkenal sebagai bangsa yang halus dan perasa serta cukup besar tepo selironya.
Tentang korupsi yang kata orang sudah ”membudaya” di Indonesia dan suap tidak terbilang banyaknya. Yang terakhir ini rupa-rupanya sudah ”membudaya” juga, sehingga orang mengikuti saja apa yang dilakukan oleh orang lain asal tercapai tujuannya. Setiap orang selalu ingin tujuannya tercapai Melihat orang lain melakukan penyuapan untuk mencapai tujuannya, takut kalau-kalau keinginannya tidak tercapai maka ia tepaksa melakukan penyuapan juga. Karena sudah terbiasa menerima suap maka si pejabat selalu akan mengharapkan. Dalam hal ini tidak jarang terjadi konflik antara tujuan yang harus dicapainya dengan hati nurani. Bentuk lain dari suap yang lebih kasar sifatnya adalah pungli atau pungutan liar yang banyak kita baca di dalam surat kabar dan dikecam sebagai perbuatan yang tercela.
kejahatan atau kebatilan berarti kesadaran akan makin banyak terjadinya ”onrecht”. Dengan makin banyaknya pelanggaran hukum makin berkurangnya toleransi dan sikap berhati-hati di dalam masyarakat, penyalahgunaan hak dan sebagainya dapatlah dikatakan bahwa kesadaran hukum masyarakat dewasa ini menurun, yang mau tidak mau mengakibatkan merosotnya kewibawaan pemerintah juga. Menurunnya kesadaran hukum dalam hal ini berarti belum cukup tinggi. Kesadaran hukum yang rendah cenderung pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi kesadaran hukum seseorang makin tinggi ketaatan hukumnya.
Untuk dapat mengambil langkah-langkah guna mengatasi menurunnya kesadaran hukum masyarakat, perlu kiranya diketahui apakah kiranya yang dapat menjadi sebab-sebabnya.Menurunnya kesadaran hukum masyarakat itu merupakan gejala perubahan di dalam masyarakat: perubahan sosial. Salah satu sebab perubahan sosial menurut Arnold M Rose (dalam Soerjono Soekanto, 1975: 35) adalah kontak atau konflik antar kebudayaan.
Dari sini dapat diketahui bahwa kesadaran hukum dalam masyarakat sangatlah diperlukan,sebab stabilitas kehidupan bermasyarat akan tetap terjaga apabila masyarakat mampu menjaga kesadaran hukum,baik kesadaran antar individu ataupun kesadaran sosial masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar