Agama diyakini setiap pemeluknya sebagai seperangkat aturan Tuhan untuk menjadi pedoman hidup yang harus ditaati agar kelak selamat dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat nanti.Agama diyakini mengajarkan nilai-nilai yang benar dan universal untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia,misalnya nilai keadilan,kedamaian,cinta kasih,persaudaraan dan persamaan.Ketika nilai yang ideal itu turun kebumi dan berinterkasi kedunia,baik disengaja maupun tidak.Ketika manusia berusaha memahami ,dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur tersebut dalam kehidupan sehari-hari,ia tidak mampu melepaskan diri dari pengaruh sosio-kultural dan sosio-historis yang ada disekelilingnya[1].
Dalam riwayat Imam al-Bukhari dan periwayatan lainya meriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa pernikahan pada masa jahiliyah terdiri dari empat macam[2] :
Pertama,perkawinan istibdha’,yaitu perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan,dan setelah menikah suami memerintahkan istrinya berhubungan badan dengan laki-laki lain yang dipandang terhormat karena kebangsawanannya dengan maksud mendapatkan keturunan yang memilikisifat terpuji dan kemudian istri diasingkan dan tidak disentuh selamanya hingga kelihatan tanda kehamilanya dari lelaki bangsawan tersebut.Dan bila telah kelihatan tanda kehamilannya,maka terserah suaminya,jika masih berselera maka ia mengagulinya.
Kedua,perkawinan al-Maqthu’ yaitu perkawinan seorang laki-laki dengan ibu tirinya.Jika seorang ayah meninggal maka secara paksa anak mewarisi istri mendia ayahnya,dan apabila masih kecil ,maka keluarga yang lain menahan istri tersebut hingga anak laki-laki itu dewasa.
Ketiga,perkawinan al-rahtun,yaitu sekelompok laki laki yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang berkumpul,kemudian mendatangi seorang wanita dan masing-masing menggaulinya.Jika wanita itu hamil dan melahirkan serta telah berlalu beberapa malam setelah kelahiran,dia mengutus seseorang kepada mereka,maka tidak ada satupun laki-laki yang dapat mengelak dan disuruhnya berkumpul,kemudian wanita memilih seorang bapak dari laki-laki yang disenanginya,dari beberapa laki-laki yang telah menggaulinya.
Keempat,perkawinan khaddan yaitu perkawinan antara seorang perempuan dan laki-laki secara sembunyi-sembunyi tanpa akad yang sah,dan hal ini diperbolehkan oleh arab jahiliyah selama dilakukan sembunyi-sembunyi.
Selain itu masih terdapat dua bentuk perkawinan lagi yaitu perkawinan badal yaitu tukar-menukar istri,dan perkawinan al-syigar perkawinan paksa dengan cara tukar menukar saudara atau anak perempuan.
Di sinilah peran Islam yang menghapus segala bentuk perkawinan dalam bentuk tersebut,dan hanya membolehkan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan dengan syarat bukan mahram dan prosesnya pun didahului dengan adanya khitbah kemudian penyerahan mahar sebagai bentuk dari peghargaan terhadap wanita dan kemudian adanya ijab dan qobul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar