Jumat, 10 Juni 2011

musaqah dan muzaraah


MUZARAAH,MUSAQAH DAN MUKHABARAH
1.MUZARAAH
A.Definisi Muzarah
            Muzaraah dalam arti bahasa berasal dari akar kata zara’a yang sinonimnya : anbata,seperti dalam kalmat :
زرع الله زرغ : أنبته زنماه
Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan artinya Allah menumbuhkannya dan mengembangkannya.”[1]
            Muzara’ah yang fi’il madhi-nya : zara’a seperti dalam kalimat : Zara’ahu-muzaraaratan,artinya : Ia bermuamalah dengan cara muzaraah.
            Sedangkan menurut istilah,muzaraah diartikan sebagai berikut :
            Suatu cara untuk menjadikan tanah pertanian menjadi produktif dengan adanya kerja sama antara pemilik dan penggarap dalam memproduktifkannya,dan hasilnnya dibagi di antara mereka berdua dengan perbandingan yang dinyatakan dalam perjanjian atau berdasarkan urf (adat kebiasaan).”[2]
B.Dasar Hukum Muzara’ah
            Hukum muzaraah masih diperselisihkan oleh para fuqoha.Imam Abu Hanifah dan Zufar,serta Imam Syafi’I tidak memperbolehkan akad ini.[3]Akan tetapi,sebagian Syafi’iyah membolehkannya,dengan alasan kebutuhan (hajah).Mereka ber-hujah dengan hadist nabi :\
Dari Tsabit bin Adh-Dhahak bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW melarang untuk melakukan muzaraah,dan memrintahkan untuk melakukan mujaraah.(HR.Muslim)
            Sedangkan menurut jumhur ulama,yang terdiri atas Abu Yusuf,Muhammad bin Hassan,Malik,Ahmad dan Dawud Azh-Zhahiri,muzaraah hukumnya boleh,mereka berhujah dengan hadist nabi :
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw melakukan kerja sama dengan penduduk khaibar dengan imbalan separuh dari tanah tersebut,baik buah-buahan maupun tanaman.(Muttafaq ‘alaihi)
            Di samping itu,muzarah adalah salah satu bentuk syirkah,yaitu kerja sama antara modal dengan pekerjaan,dan hal tersebut dibolehkan seperti halnya akad mudharabah,karena dibutuhkan masyarakat.
C.Rukun Muzara’ah dan Sifat Akadnya
            Rukun muzaraah menuurut Hanafiah adalah Ijab dan qobul ,Sedangkan menurut jumhur ulama ,sebagaimana dalam akad-akad lain,rukun muzaraah ada tiga,yaitu :
1.Aqid,yaitu pemilik tanah dan penggarap
2.Ma’qud alahi atau obyek akad,yaitu manfaat tanah dan pekerjaan penggarap
3.Ijab dan qabul
            Menurut Hanbaliah,dalam akad muzaraah tidak diperlukan qobul dalam perkataan,melainkan cukup dengan penggarapan secara lansung atas tanah.Dengan,demikian qobul-nya dengan perbuatan.[4]
            Adapun sifat akad muzaraah menurut Hanafiah,sama dengan akad syirkah yang lain,yaitu termasuk ghair lazim (tidak mengikat).Menurut Malikiyah,apabila sudah dilakukan penanaman bibit,maka akad menjadi lazim.Akan tetapi,menurut pendapat yang mu’tamad di kalangan Malikiyah,semua syirkah amwal hukumnya lazim dengan terjadinya ijab dan qobul.Sedangkan menurut Hanbaliah,muzaraah merupakan akad gahir lazim,yang bisa dibatalkan oleh masing-masing pihak,dan batal karena meninggalnya salah satu pihak.[5]
3.Syarat-Syarat Muzaraah
a.Aqid harus Mumayyiz dan Aqid tidak murtad.
b.Tanaman harus jelas.
c.Hasil tanaman harus dijelaskan dalam perjanjian,dimiliki bersama,ditentukan kadarnya,dan merupakan bagian yang belum di bagi.
d.Tanah yang akan ditanami harus layak,di ketahui dengan jelas,dan diserahkan pada penggarap.
e.Obyek akad harus sesuai dengan tujuannya.



2.MUSAQAH
A.Definisi Musaqah
            Musaqah menurut bahasa berasal dari kata as-saqyu yang sinonimnya asy-syurbu,artinya memberi minum.[6]Penduduk madinah menamai musaqah dengan muamlah yang merupakan wazn mufa’alah dari kata ‘amila[7] yang artinya bekerja.
            Sedangkan menurut istilah musaqah adalah :
suatu akad penyerahan pepohonan kepada orang yang mau menggarapnya dengan ketentuan hasil buah-buahan dibagi di antara mereka berdua.”
B.Dasar Hukum Musaqah
            Musaqah menurut Hanfiah sama dengan muzaraah,baik hukum maupun syarat-syaratnya.Menurut Imam Abu Hanifah dan Zufar,musaqah dengan imbalan yang di ambil dari sebagian hasil yang diperolehnya,hukumnya batal karena itu termasuk akad sewa-menyewa yang sewanya dibayar dari hasilnya,dan hal tersebut dilarang oleh syara’/Sebagaimana disebutkan dalam hadist nabi dari nafi’ dari Khadij bahwa nabi saw bersabda :
Barangsiapa yang memilki sebidang tanah,maka hendaklah dia menanaminya,dan janganlah ia menyewakan dengan sepertiga dan tidak pula seperempat dan juga tidak dengan makanan yang disebutkan.(Mutaffaq alahi)[8] 
Menurut Abu Bakar Yusuf dan Muhammad bin Hasan serta jumhur ulama (Malik.Syafi’I,Ahmad),musaqah dibolehkan dengan beberapa syarat.Pendapat ini didasarkan pada hadist nabi SAW :
Dari Ibnu Umar Nabi SAW bekerja sama dengan penduduk khaibar dengan imbalan separuh dari hasil yang diperoleh baik berupa buah-buahan maupun pepohonan.(HR.Jamaah)[9]
C.Rukun Musaqah
            Menurut Hanafiah rukun musaqah adalah ijab dan qobul.Menurut Malikiyah,akad musaqah lazim dengan adanya lafadz ijab-qobul.Sedangkan menurut Hanbaliah sama dengan muzaraah,tidak perlu ijab-qobul dengan lafal,melainkan cukup dengan memulai penggarapan secara lansung.
            Menurut Jumhur Ulama rukun musaqah ada tiga,yaitu :
1.Aqidain (pemilik kebun dan penggarap).
2.Obyek akad,yaitu pekrjaan dan buah
3.Sighat,yaitu ijab dan qobul.
D.Obyek Musaqah
            Menurut Hanfiah obyek musaqah adalah semua jennies pohon yang berbuah seperti anggur dan kurma.Akan tetapi,ulama mutaakhkirin dari Hanafiah membolehkannya dengan pohon yang tidak berbuah karena pohon tersebut sama-sama membutuhkan perawatan.Menurut Malikiyah,obyek musaqah adalah tumbuh-tumbuhan seperti kacang dan pohon ynag berbuah,yang memiliki akar tetap di dalam tanah,dengan syarat :
1.Akad dilakukan sebelum buah menjadi tua dan bleh diperjualbelikan.
2.Akad ditentukan waktunya.
            Ulama Hanfiah berpendapat bahwa musaqah dibolehkan pada pohon-pohon yang berbauh dan dapat dimakan saja,sedangkan pohon yang buahnya tidak dapat dimakan tidak boleh dilakukan misaqah.Sedangkan ulama Syafi’iyah dalam madzhab yang baru (qaul jadid) berpendapat bahwa obyek musaqah hanya kurma saja.
E.Syarat-Syarat Musaqah
a.Kecakapan aqidain.
b.Obyek akad.
c.Membebaskan amil dari pohon.
d.Kepemilikan bersama dalam hasil yang diperoleh.
3.MUKHABARAH
            Menurut dhahir nash,Syafi’I berpendapat bahwa mukhabrah ialah :
Menggarap tanah dengan apa yang dikeluarkan dari tanah tersebut.”
            Menurut Ibrahim al-Bajuri berpendapat bahwa mukhabrah ialah :
Sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan modal dari pengelola.”
A.Dasar Hukum Mukhabarah
            Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menentukan hukum muzaraah adalah sebagai hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Nasa’I dari Rafi’ r.a dan Nabi Saw,beliau bersabda :
Yang boleh bercocok tanam hanya tiga macam orang :laki-laki yang memiliki tanah,maka dialah yang berhak menanaminya dan laki-laki yang diserahi manfaat tanah,maka dialah yang menanaminya dan laki-laki yang menyewa tanah dengan mas atau perak.”
B.Rukun dan Syarat Mukhabarah
            Adapun mengenai rukun dan syarat mukhabarah para ulama menyamakan dengan rukun dan syarat muzaraah yang telah tersebut di atas.



[1] Ibrahim Anis,et.al.,Al-Mu’jam Al-Wasith,Juz I,Dar Ihya At-Turast Al-‘Araby,Kairo,cet.II,1972,hlm.392.
[2] Ibid.,Juz I.
[3] Wahbah Zuhaili,Al Fiqh Al Islamy wa Adillatuh,Juz 5,Dar Al-Fikr,Damaskus,cet.III,1989,hlm.613.
[4] Wahbah Zuhaili,op.cit.,Juz 5,hlm.615.
[5] Ibid.,Juz 5,hlm.516-616.
[6] Ibrahim Anis,et.al.,op.cit.,Juz I,hlm.427.
[7] Wahbah Zuhaili,op.cit.,Juz 5,hlm.630.
[8] Wahbah Zuhaili,loc.cit.,Juz 5.
[9] Muhammad bin Ali Asy-Syaukani,Nayl Al-Authar,Juz 6.

mudarabah

MUDHARABAH
A.DEFINISI MUDHARABAH DAN DASAR HUKUMNYA
1.Definisi Mudharabah
            Lafazd mudzarabah di ambil dari kata : الضرب فى الأرض yang artinya : “السفرللتجارة” yakni : melakukan perjalanan untuk berdagang.[1]Dalam al-Quran surah Al-Muzammil (73) ayat 20 disebutkan :
وأخرون يضربون فى الأرض يبتغون من فضل الله…………
            Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.\
            Mudharabah dalam bahasa Arab merupakan asal kata dari : ضارب yang sinonimnya : اتخر seperti dalam kalimat : ضارب لفلان ماله yang memiliki arti : اتحر له فيه yakni : ia memberikan modal untuk berdangang pada si Fulan.[2]
            Iatilah Mudharabah dengan pengertian bepergian untuk berdagang digunakan oleh ahli (penduduk) irak.Sedangkan ahli (penduduk) Hijaz menggunakan istilah qiradh,yang diambil dari kata qardh yang artinya : القطع yakni memotong.Dinamakan demikian,karena pemilik modal memotong sebagaian dari hartanya untuk diperdagangkan oleh amil dan memotong sebagian keuntungannya.
Sedangkan mudharabah menurut istilah adalah sebagai berikut :
a.       Wahbah Zuhaili

“Mudharabah adalah akad penyerahan modal oleh pemilik modal kepada pengelola untuk diperdagangkan dan keuntungan dimiliki bersama antara keduanya sesuai dengan pensyaratan yang mereka buat.[3]
b.Sayid Sabiq
     “Mudharabah adalah suatu akad antara dua pihak di mana salah satu pihak memberikan uang (modal) kepada pihak lain untuk diperdangangkan dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi antara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan.[4]

2.Dasar Hukum Mudharabah
       Para ulama mazhab sepakat bahwa mudharabah hukumnya mubah (boleh) hal ini didasarkan pada Al-Quran,sunnah,ijma,qiyas.Adapun dalil dari Al-Quran di antaranya adalah Surah Al-Muzammil (73) ayat 20 :
وأخرون يضربون في الأرض يبتغون من فضل الله…………….
Sedangkan dalil dari hadist antara lain :
عن صهيب رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ثلاث فيهن البركة : البيع الى أجل والمقارضة وخلط البر بالشعير للبيت لا للبيع.
Dari Suhaib r.a bahwasnya nabi SAW bersabda : Ada tiga perkara yang di dalamnya terdapat keberkahan : (1) Jual beli tempo,(2) muqaradah,(3) mencampur gandum dengan jagung untuk makanan dirumah bukan untuk dijual.(HR.Ibnu Majah)[5]
عن اعلاء بن عبد الرحمن عن أبيه عن جده : أن عثمان نب عفان أعطاه ما لا قراض يعمل فيه على أن الربح بينهما
Dari ‘Ala bin Abdurrahman dari ayahnya dari kekeknya bahwa ‘Ustman bin ‘Affan memberinya harta denga cara qiradh yang dikelolanya,dengan ketentuan keuntungan dibagi di antara mereka berudua.(HR.Imam Malik)
     Adapun dalil Ijma adalah para sahabat banyak yang melakukan akad mudharabah dengan cara memberikan harta anak yatim sebagai modal kepada pihak lain,sepertti Umar,’Ustman,Ali,Abdullah bin Mas’ud,Abdullah bin Amr,Abdullah bin Umar,dan Siti ‘Aisyah,dan tidak ada riwayat bahwa para sahabat mengkiranya.Oleh karena itu,hal ini disebut Ijma.[6]
Sedangkan dalil qiyas-nya adalah bahwa mudharabah di-qiyas-kan kepada akad musaqah,karena memiliki maslahat bagi masyarakat.Kadang-kadang ada orang kaya yang memilki harta ,tetapi ia tidak memililki keahlian berdagang,sedangkan di pihak lain orang memilikii keahlian berdagang,tetapi ia tidak memiliki harta (modal).Dengan adanya kerjasama antar kedua pihak tersebut kebutuhan masing-masing dapat dipadukan,sehingga menghasilkan keutugan.[7]


B.RUKUN MUDHARABAH,MACAM-MACAM,DAN SIFATNYA
1.Rukun Mudharabah
a.Menurut Hanafiah
Ijab dan qabul ,dengan menggunakan lafadz yang menunujukkan arti mudarabah,untuk ijab adalah lafadz mudharabah,muqaradhah,dan muamalah.Sedangkan untul qabul adalah pernyataan “saya terima”,atau “saya ambil” dan semacamnya.
b.Jumhur Ulama
1.’aqid,yaitu pemilik dan pengelola
2.ma’qud ‘alaih,yaitu modal,tenaga (pekerjaan) dan keuntungan
3.shighat,yaitu ijab dan qabul.
c.Syafi’iyah
1.Modal
2.Tenaga (pekerjaan)
3.Keuntungan
4.shighat
5.Aqidain.[8]
2.Macam-Macam Mudharabah
a.Mudharabah muthlaq
            Mudharabah muthlaq adalah akad mudharah di mana pemilik modal memberika modal kepada ‘amil (pengelola) tanpa disertai dengan pembatasan.Maksud dari adanya pembatasan adalah pembatasan jenis,obyek,tempat usahan,dan ketentuan-ketentuan lain.
b.Mudharabah muqayyad
     Mudharabah muqayyad adalah akad mudahrabah di mana pemilik modal memberikan ketentuan atau batasan yang berkaitan dengan temapat,jenis,waktu,dan obyek usaha.
3.Sifat Akad Mudharabah
Jumhur Ulama sepakat bahwa akad mudharabah sebelum dilakukan kegiatan usaha sifanya tidak mengikat (ghaitu lazim),dan masing-masing pihak boleh membatalkannnya.Akan tetapi,mereka berbeda pendapat apabila pengelola telah memulai kegiatan usahannya.
a.Menurut Imam Malik,akad mudharabah bersifat lazim ,dengan demikian akad tersebuttidak bisa dibatalakan sampai barang dagangan berubah menjadi uang.Di samping itu,akad tersebut juga bisa diwaris,sebab jika akad mudharabah dibatalkan setelah dimulainya kegiatan usaha maka akan menimbulkan kerugian di pihak mudharib.
b.Menurut Imam Abu Hanifah,Syafi’I dan Ahmad,akad mudahrabah tidak menjadi lazim sehingga setiap saat dapat dibatalkan,dan akad ini tidak dapat diwariskan[9],mereka menyatakan bahwa mudharabah adalah suatu tasarruf tergadap orang lain dikerenakan persetujuannya.Oleh karena itu,masing-masing pihak memiliki hak untuk membatalkan akad,seperti halnya dalam wadiah dan wakalah.[10]
C.SYARAT-SYARAT MUDHARABAH
     1.Syarat yang Berkaitan dengan ‘Aqid
a.Memiliki kecakapan untuk memberikan kuasa dan melaksanakan wakalah.
b.Cakap melakukan tasarruf.
2.Syarat yang Berkaitan dengan Modal
a.Harus berupa uang tunai
b.Modal harus jelas
c.Modal harus ada dan tidak boleh berupa utang,tetapi tidak berarti harus ada di majelis akad.
d.Modal harus diserahkan kepada pengelola.
3.Syarat yang Berkaitan dengan Keuntungan
            a.Keuntungan harus diketahui kadarnya
b.keuntungan harus merupakan bafian yang dimiliki bersama dan dibagi berdasarkan prosentase.
D.HUKUM MUDHARABAH
1.Mudharabah yang Fasid
Yaitu apabila syarat-syarat mudharabah tidak selaras dengan tujuannya,maka menurut Hanafiah,Syafi’iyah,dan Hanbaliah mudahrib tidak berhak melakukan perbuatan sebagaimana yang dikehendaki oleh mudharib yang sahih.
2. mudharabah yang shahih
     Yaitu apabila akad mudharabah telah terpenuhi rukun dan syaratnya .Hal ini menyangkut beberapa aspek dalam mudahrabah yaitu kekuasaan mudahrib,pekerjaan dan kegiatan,hak mudaharib dan hak pemilik modal.
E.HAL-HAL YANG MEMBATALKAN MUDHARABAH
            1.Pembatalan,Larangan Tasarruf,dan Pemecatan
            2.Meninggalnya salah satu pihak
            3.Salah satu pihak terserang penyakit gila
            4.Pemilik modal murtad
            5.Harta Mudharabah Rusak ditangan mudharib



[1] Sayid Sabiq,Fiqh As-Sunnah,Juz 3,Dar Al-Fikr,Beirut,cet.III,1981,hlm.212.
[2] Ibrahim Anis,et.al.,Al-Mu’jam Al-Wasith,Juz I,Dar Ihya Al-Turast Al-‘Araby.Kairo,cet.II,1972,hlm.536.
[3][3] Wahbah Zuhaili,Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuh,Juz 4,Dar Al-Fikr,Damaskus,cet.III,1989,hlm.836.
[4] Sayid Sabiq,loc.cit.,Juz 3.
[5] Muhammad bin Ismail Al-Kahlani,Subul As-Salam,Juz 3,Maktabah wa Matba’ah Mushtafa Al-Babiy Al-Halabi,Mesir,cet.IV,1960,hlm.76.
[6] Ali fikri,Al-Muamalat Al-Madiyyah wa Al-Adabiyah,Matba’ah Mushtafa Al-Babiy Al-Halaby,Mesir,cet.I,1357 H,hlm.180.
[7] Wahbah Zuhaili,op.cit.,Juz 4,hlm.839.
[8] Ibid,Juz 4.
[9] Ibid,Juz 4,hlm.840-841.
[10] Ibid.,Juz 4,hlm.841.